Pengumuman

Salam sejahtera,

Jemaat yang diberkati Tuhan,

Melalui blog ini, kita dapat tetap mempelajari Firman Tuhan, dimanapun dan setiap waktu dengan mengakses melalui komputer atau handphone. Mari kita jangan lelah untuk mengerjakan pekerjaan yang baik.
Tuhan memberkati kita semua.

Kata MUTIARA minggu ini : Bahagia adalah sebuah pilihan

Tim penggembalaan

Thursday, May 23, 2013

Bahagia Adalah Hasil Dari Sikap Hidup


Dalam khotbah di bukit ini, Tuhan Yesus menekankan bahwa kehidupan yang bahagia adalah hasil atau akibat dari sikap hidup yang tepat. Ada 9 sikap hidup yang tepat dan masing-masing sikap hidup itu membawa kebahagiaan tersendiri. Mari kita lihat:
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga" (Matius 5 : 3)
Hidup bahagia adalah keinginan semua orang. Allah Bapa kita pun menginginkan manusia hidup bahagia. Kenyataannya adalah manusia beranggapan kebahagiaannya tergantung dari apa yang dimilikinya, terutama berapa banyak harta yang dimilikinya. Dengan demikian dalam konsep manusia adalah: kaya identik dengan bahagia, miskin identik dengan tidak bahagia. Manusia tetap ngotot dengan konsep ini, meskipun melihat amat banyak bukti bahwa konsep itu salah. Tuhan Yesus mengajarkan konsep Allah tentang kebahagiaan: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah." Miskin di hadapan Allah tidak berkaitan dengan kaya atau miskin harta dunia, tetapi berkaitan dengan sikap hidup. Orang yang miskin di hadapan adalah orang yang hidup dengan kesadaran bahwa dia tidak mempunyai kemampuan apa pun untuk mengatur hidupnya, karena itu dia berserah sepenuhnya dan bergantung sepenuhnya ke pada Allah. Artinya: si kaya tidak mempercayai hartanya dan sebaliknya si miskin tidak putus asa karena tidak memiliki uang. Orang-orang yang seperti inilah disebut miskin di hadapan Allah, dan mereka bahagia karena mereka memiliki Kerajaan Sorga. Bila sdr kaitkan ayat ini dengan Matius 6: 33, maka sdr bisa tahu bahwa miskin di hadapan Allah adalah cara untuk mencari kerajaan Sorga dan cara untuk berkecukupan dalam segala sesuatu dan itulah kebahagiaan.
"Berbahagialah orang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Matius 5 : 4)
Semua orang ingin bergembira, Tuhan pun ingin agar kita bersukacita, bahkan Tuhan memerintahkan agar kita senantiasa bersukacita (1 Tesalonika 5: 16 è"Bersukacitalah senantiasa"). Tetapi Tuhan Yesus juga berkata: "Berbahagialah orang yang berdukacita." Bisakah orang pada saat yang bersamaan bersukacita dan berdukacita? Jawabnya adalah: Kita harus bersukacita untuk apa dan harus berdukacita untuk apa? Kita harus bersyukur dan bersukacita untuk semua anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Tetapi kita harus berdukacita melihat keadaan dunia sekeliling kita yang penuh penderitaan, dosa dan kebinasaan. Orang dunia tertawa melihat dosa, bahkan bersukacita di atas penderitaan orang lain atau di atas kematian orang lain. Orang Kristen harus melihat keadaan dunia ini dari pandangan Tuhan. Tuhan berdukacita melihat keadaan dunia ini, maka seharusnya kita pun berdukacita melihat penderitaan dan dosa dunia ini. Dukacita Tuhan menyebabkan Tuhan melakukan sesuatu untuk menolong dunia ini, itu sebabnya Tuhan Yesus lahir sebagai manusia. Bila kita berdukacita terhadap keadaan dunia disekitar kita, maka kita pun mau tidak mau akan melakukan sesuatu untuk menolong dunia di sekitar kita. Bila kita melakukannya, maka kita berbahagia dengan penghiburan yang dari Tuhan sendiri.
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi" (Matius 5 : 5)
Di dunia ini berlaku hukum siapa kuat dia yang menang. Si kuat menindas yang lemah. Dalam pengertian dunia, lemah lembut adalah cara seseorang berkata-kata. Itu sebabnya di dunia orang berkata-kata dengan lemah lembut, tetapi tindakannya kejam terhadap sesama. Jikalau lemah lembut hanya berkaitan dengan cara berkata-kata, maka Tuhan Yesus bukanlah orang yang lemah lembut, contohnya perkataanNya yang begitu keras terhadap orang Farisi ("Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik ...... dst" - Matius 23) yang menyulut kemarahan mereka, atau waktu Dia dengan keras memukul, mencambuk orang-orang yang berdagang di Bait Allah. Tetapi, Tuhan Yesus berkata: Aku lemah lembut (Mat 11: 29). Kelemah lembutan Tuhan Yesus dinyatakan dalam sikapNya dan tindakanNya yang berbelas kasihan melihat penderitaan orang lain, sehingga Dia menjamah orang sakit kusta, masuk ke rumah orang berdosa, menyembuhkan orang yang sakit. Sdr, di tahun yang baru ini marilah kita mengembangkan sikap lemah lembut ini dengan belajar dari DIA (Mat 11: 29). Dengan cara itu kita menolong orang lain dan dengan cara itu juga kita berbahagia. Tuhan Yesus menjanjikan berkat bagi orang yang lemah lembut: Ia akan memiliki bumi. Orang yang memiliki bumi, tentunya memiliki segala yang diperlukannya untuk mencukupi hidupnya dengan baik.
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Matius 5 : 6)
Tuhan Yesus berkata tentang: "Haus dan lapar akan kebenaran." Apakah kebenaran itu? Ada beberapa unsur yang terkandung dalam kebenaran, y.i. kejujuran, keterbukaan, keadilan, ketulusan dalam perkataan maupun perbuatan. Sayangnya kebenaran yang dikenal dunia sifatnya relatif. Ada hal-hal yang dulu dianggap benar, sekarang salah dan ada hal-hal yang dulu salah sekarang dianggap benar. Ada kelompok masyarakat yang menganggap benar bahkan memuji pengkhianatan, ada pula kelompok lain yang menganggap percabulan sebagai hal benar. Hal yang benar di Barat bisa salah di Timur dan sebaliknya. Dengan kata lain, sebenarnya dunia ini tidak mengetahui kebenaran yang hakiki. Orang yang haus dan lapar akan kebenaran, tidak akan bisa dipuaskan oleh dunia. Pilatus bertanya kepada Tuhan Yesus: "Apakah kebenaran itu?" (Yoh 18: 38a). Tuhan Yesus berkata: "Aku memberi kesaksian tentang kebenaran, ..." (Yoh 18: 37 b) dan   kepada   murid-murid-Nya,   Tuhan Yesus berkata: "Akulah Kebenaran" (Yoh 14: 6). Kebenaran adalah Tuhan Yesus sendiri. Orang yang haus dan lapar, pasti dengan sungguh-sungguh mencari makanan dan minuman untuk memuaskan dirinya. Begitulah orang yang haus dan lapar akan kebenaran harus dengan segenap hati datang kepada Tuhan Yesus dan mendengarkan apa yang difirmankanNya. Dan di hadirat Tuhan Yesus dia mendapat kepuasan yang sejati - kebahagiaan sejati.
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan" (Matius 5 : 7)
Meski pun kemurahan hati selalu berkaitan dengan perbuatan baik/ pemberian, namun kemurahan hati bukan hanya sekedar memberikan sedekah kepada pengemis atau memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkannya. Misalnya bila di dompet sdr selalu ada uang beratus-ratus ribu rupiah (tidak pernah merasakan tanggal tua), maka memberikan sedekah cepek atau gopek kepada pengemis cacat bukanlah cermin kemurahan hati, atau sdr sedang berjalan-jalan santai lalu membantu orang jompo menyeberang jalan itu bukan cermin kemurahan hati. Dalam kemurahan hati terkandung unsur utama mengasihi, belas kasihan dan tanggung jawab. Tuhan Yesus berkata: "Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Lukas 6: 36). Kemurahan hati Bapa di surga dinyatakan dengan kasih karuniaNya y.i. perbuatanNya yang baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat (Luk 6: 35 c). Dulu saya punya staf yang isterinya lari ke sana sini mencari hutang untuk membeli beras, staf tsb. dengan nyaman duduk di warung - makan, minum dan merokok. Staf saya itu tidak murah hati, terhadap keluarganya sendiri ia tidak murah hati, apalagi terhadap orang lain. Sdr marilah kita mulai bermurah hati kepada orang-orang terkasih kita y.i. anak, isteri atau suami kita sendiri. Dengan kasih, belas kasihan dan tanggung jawab utamakan kepentingan atau kebutuhan mereka, meski pun untuk itu sdr harus mengorbankan kepentingan atau kebutuhanmu. Lalu perluaslah tindakan seperti itu kepada orang-orang lain yang Tuhan pertemukan denganmu. Tuhan berjanji, kebahagiaan adalah milik orang yang murah hati, karena dia pun akan me-nerima kemurahan hati.
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka  akan melihat Allah" (Matius 5 : 8)
Bila sdr. mendengarkan omongan kaum Seleb di T.V., perhatikan mereka ngomong seperti orang suci saja. Dan celakanya, omongan yang kedengarannya suci itu dipakai untuk membenarkan perbuatan atau tingkah laku mereka yang benar-benar tidak suci, misalnya untuk membenarkan perselingkuhannya atau perceraiannya, mereka bilang: "Tuhan sudah menentukan jodoh saya dengan dia sampai di sini." Yang mereka lakukan itu adalah "kepalsuan." Tuhan Yesus berkata, tentang "Suci hatinya", bukan suci perkataannya. Suci hatinya dinyatakan dalam "Perkataan Yang Suci" disahkan oleh "Perbuatan Yang Suci" sesuai dengan perkataannya. Orang yang suci hatinya, tidak mencari-cari perkataan baik agar perbuatannya yang najis kelihatan suci. Orang yang suci hatinya dengan lugas akan berkata "ya" kalau memang "ya" dan "tidak" kalau memang "tidak." Dengan kata lain, dalam kesucian hati terkandung unsur kejujuran, ketulusan dan kebenaran yang mutlak. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Yesus sendiri, karena itu, hanya orang yang ada di dalam Tuhan Yesus dan berjalan atau hidup bersama Tuhan Yesuslah bisa suci hatinya, Tuhan Yesus selalu menyucikannya dengan DarahNya sendiri. Hanya orang yang suci hatinya seperti itulah yang akan melihat Allah (Ibrani 12: 14b è kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan), dan di situlah terletak kebahagiaan yang sejati.

"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Matius 5 : 9)
Dalam Mikha 7: 6 dinubuatkan sebagai berikut: "Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya, musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya." Sesuai nubuatan tersebut berarti dalam keluarga selalu ada pertengkaran dan kemarahan sehingga dapat dikatakan tidak ada damai di dalam keluarga. Keluarga tidak damai, masyarakat pnn tidak damai. Dua hal penting yang menyebabkan tidak ada damai y.i. (1) Perkataan yang tidak benar, misalnya kebohongan atau perkataan yang kasar dan (2) Perbuatan yang jahat a.l. KDRT, Tidak setia, Seenaknya sendiri.
Jadi bagaimana kita bisa menjadi pembawa damai? Yaitu (1) Bila kita menjaga  perkataan. Sesuai Amsal Salomo 15: 1, perkataan yang lemah lembut sangat berguna untuk membawa damai, asalkan perkataan itu bersumber dari hati yang tulus. Kalau hati tidak tulus, maka perkataan yang lemah lembut adalah alat untuk menipu. (2) Perbuatan baik. Sesuai Roma 12: 30, perbuatan baik terhadap seteru (menolong seteru) berdampak perdamaian (Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api diatas kepalanya). Kemudian tertulis dalam Matius 5: 39 perkataan Tuhan Yesus bahwa, kita harus berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita, misalnya dengan mengalah (itulah arti sederhana dari ungkapan: Siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu). Dengan melakukan semuanya itu di rumah, kita adalah pembawa damai di keluarga dan keluarga yang damai menyebabkan masyarakat damai. Tuhan Yesus berkata Di situlah kebahagiaan kita, sebab dengan itu kita diakui (disebut) sebagai anak-anak Allah.
"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu" (Matius 5 : 10 - 12)
Dan yang terakhir Tuhan Yesus menekankan bahwa kita berbahagia bila kita rela menderita demi kebenaran, menderita demi Tuhan Yesus dan bila kita rela menanggung fitnah karena kita hidup dalam Tuhan Yesus. Ini tidak ada kaitannya dengan kaya atau miskin, tetapi pada sikap hidup yang teguh di dalam Tuhan. Sebab tidak selalu terjadi orang yang dianiaya itu miskin harta, dan sebaliknya tidak selalu terjadi tidak ada aniaya berarti kaya. Tuhan Yesus berkata bahwa semua nabi telah dianiaya. Dan yang pasti Tuhan Yesus berfirman bahwa seperti dunia menganiaya Tuhan Yesus, begitulah dunia akan menganiaya orang yang mengikut Tuhan Yesus (Yoh 15: 20 è "....... Jikalau meeka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; ....."). Aniaya dalam tingkat yang paling ringan adalah perlakuan yang berbeda, diskriminatif terhadap pengikut Tuhan Yesus, atau perlakuan tidak adil - misalnya hambatan kenaikan pangkat/ jabatan atau hambatan dalam melanjutkan pendidikan, fitnah (saya pernah mendengar fitnah bahwa orang Kristen itu sex bebas) dll hambatan yang dibuat untuk menyulitkan pengikut Tuhan Yesus. Dalam tingkat yang paling berat bisa berarti penjara sampai pembunuhan. Tetapi Tuhan Yesus berkata, justru dalam aniaya itulah terletak kebahagiaan dan sukacita dan kegembiraan pengikut-pengikutnya. Bila belum pernah mengalaminya kita tidak bisa memahami apakah benar orang bisa berbahagia, bersukacita dan bergembira waktu dianiaya karena Tuhan Yesus. Tetapi selama 2000 tahun sejarah gereja membuktikan bahwa sampai hari ini orang-orang yang rela menderita aniaya karena Nama Tuhan Yesus adalah orang yang berbahagia sebagai pemilik kerajaan Surga.

No comments:

Post a Comment